Selasa, 10 Januari 2012

LEMBAGA PENDIDIKAN AL-AZHAR CAIRO


Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliah ”Sejarah Pendidikan islam” 
Dosen Pengampu :
Dr. Ali Anwar,  M.Ag.


Di Susun Oleh:



  M. Miftah Arif               (932108510)



 Miftachul Ngulum         (932105810)



 Mohammad Sirojudin    (932113110)

Jurusan Tarbiyah
 Program Studi Pendidikan Agama Islam
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) KEDIRI
2011


BAB II
PEMBAHASAN

A.     Al-Azhar Sebagai Lembaga Pendidikan
            Mesjid internasional Al Azhar ini dirikan oleh Panglima Johar Al-Siqili, terletak dalam kota Cairo, yaitu di zaman pemerintahan Muizzi Lidinilah Al-Fatimy. Di tegakkan pada hari sabtu, 24 tahun 361 H. Bertepatan dengan 970 M, di bawah pemerintahan Malik An-Nasir Qalawoun, di samping mesjid itu di bangun sebuah ruangan untuk mengajarkan Al-Qur’an kepada anak-anak yatim kaum Muslimin dan bagi pelajar-pelajar yang tidak mampu di sediakan makanan yang di masakkan setiap hari. Kepada siswa tersebut diberikan pelajaran fiqih menurut mazhab Abu hanifah, dan sekolah ini mempunyai pula harta wakad. Dinasti Fatimiyah sengaja menamakan masjid tersebut dengan nama Masjid Jamie Al-Azhar sebagai bentuk penghargaan terhadap Sayyidah Fatimah Az-Zahra, putri Rasulullah saw.
            Pada tahun 818 H, muridnya telah mencapai 750 orang terdiri atas orang-orang Mesir, Marokko dan orang-orang yang bukan Arab, dan bagi setiap rombongan siswa ini dibuatkan pada ruangan tempat tinggal yang dinamakan “ruqaq”, dan masing-masing ruqaq tersebut di beri nama sesuai dengan nama-nama negeri asal mereka[1].
            Masjid Agung Al-Azhar di Cairo ini penuh siswa-siswa yang belajar Al-Qur’an, tafsir, hadits, Fiqih dan bahasa Arab.
            Masjid ini sangat mendapat perhatian dan pemeliharaan dan menjadi tujuan tempat belajar, mencari berkat dan tempat peribadatan. Sampai pada pertengahan kedua dari abad ke-20, peribadatan di masjid ini tidak pernah putus siang malam dan setiap saat. Kapan waktu saja anda masuk ke masjid Al-Azhar, anda akan mendapati orang bersembahyang, menyambah tuhan Ynag maha esa atau belajar, baik di hadapan kiblat lama maupun di samping kiblat yang baru atau bagian-bagian lainnya.
            Bintang Al-Azhar menanjak terus menerus, dan didatangi oleh mahasiswa dari berbagai penjuru dunia Islam, khususnya untuk mempelajari ilmu agama, logika, hadits dan lain-lain dari para guru dan dosen yang membaktikan waktu mereka seluruhnya untuk mengajar demi untuk mencapai keridhaan Allah. Mahasiswa yang berdatangan itu semakin lama semakin banyak, baik dari orang-orang mesir, hejaz, yaman, syam (syiria, yordan, lebanon, palestina), sudan, marokko, baghdad, turki, kurdistan, india, iran, afganistan maupun dari indonesia. Secara berombongan para mahasiswa datang dari berbagai mazhab guna memperdalam pengetahuan fiqih dan lain-lain cabang ilmu pengetahuan, sehingga muncullah mahasiswa yang briliant dan sarjana-sarjana yang beramal. Masjid itu merupakan Universitas yang merupakan tempat berkumpulnya para mahasiswa dari berbagai penjuru dunia Islam, dan dapat dianggap sebagai Universitas Islam yang terbesar. Dengan adanya Al-Azhar ini, dapatlah dilenyapkan kejahilan pada masa-masa tersebarnya kejahilan, dan hiduplah ilmu pengetahuan, jiwa pun mendapat santapan rohani, kecakapan menjadi sempurna, ilmu dan ulama dapat terpelihara, alam fikiran telah dapat dibersihkan, rahasia-rahasia alam dapat diungkapkan, kedudukan terhormat dapat di capai, kemampuan dapat di tingkatkan, matahari dan bulan semakin bersinar dan senandung para siswa dan guru-guru terdengarlah petang pagi maupun di malam hari.
            Di waktu yang lampau, di Al Azhar terdapat banyak mazhab, dan bagi tiap-tiap mazhab terdapat sebuah tiang tertentu di dalam masjid tersebut dan disamping ruang inilah para ulama duduk mengajar. Para mahasiswa duduk si suatu lingkaran di sekitar Syekh atau guru dan sang guru pada permulaan pelajaran senantiasa menyebut puja dan puji bagi Allah tuhan seru sekalian alam, sholawat dan salam atas Muhammad s.a.w dan para keluarga dan sahabat-sahabat beliau, setelah itu barulah sang guru menguraikan mata pelajaran dan menjelaskan pula apa yang telah di pelajari di hari-hari sebelumnya dan selanjutnya memberikan pula nama-nama buku referensi kepada para siswanya. Sebaliknya para siswa mengarahkan pertanyaan pada guru khususnya pada masalah yang mereka anggap sukar. Setelah pelajaran, guru mengatakan subyek pelajaran yang akan datang adalah ini dan itu. Sebelum meninggalkan ruang belajar, para siswa mencium tangan guru mereka sambil minta do’a dari mereka, meskipun umur siswa lebih tua.
            Para mahasiswa sangat menghormati para guru mereka dan memuliakan sang guru dalam arti kata sebenarnya, sedang para guru atau dosen pun adalah alim ulama yang ikhlas pula, yang melayani anak didiknya seperti melayani anaknya sendiri.
            Para siswa bebas memilih sendiri guru yang di sukainya, duduk dalam kelompok yang ia pilih, menyiapkan sendiri pelajaran yang akan di hadapi, mereka menuntut ilmu demi untuk ilmu semata-mata. Mereka tidak menghadapi suatu ujian bulanan atau tahunan dan tidak pula di daftar hadir atau tidaknya mereka setiap hari. Besarnya kelompok tersebut berbeda menurut guru dan kepintaran seorang guru, sedang pada siswanya banyak menghafalkan teks dari berbagai subyek, karena mereka berpendapat bahwa dengan menghafal itu mereka mempunyai seni pelajaran,
            Sebelum para siswa duduk dalam kelompoknya, mereka terkebih dahulu telah membaca apa yang akan di uraikan, mereka membaca teks dan keterangan-keterangannya satu dua kali dan secara perseorangan atau berkelompok. Sekiranya mereka menghadapi kesulitan, dan mereka tidak dapat memecahkannya, maka sewaktu pelajaran mereka mengajukan pertanyaan kepada guru. Sebaliknya sseorang guru terlebih dahulu telah mempersiapkan bahan-bahan pelajaran dari berbagai buku referensi sehingga dengan demikian ia telah menguasai persoalan dari segala segi dan telah siap menjawab pertanyaan atau komentar yang di keluarkan oleh siswanya.
            Suatu kebiasaan baik dari pelajar-pelajar yang pintar dan cerdas ialah mereka berhadapan dengan seorang guru lain untuk mendalami, mengerti dan meneliti isi pelajaran yang akan datang sebelum ia berhadapan dengan guru di kelompoknya di Al-Azhar, sehingga dengan demikian siswa tadi telah di persiapkan fikiran secukupnya untuk menerima berbagi pendapat dan buah fikiran dalam ruangan belajar. Sistem dan metode Al-Azhar lama seperti ini dianggap suatu sistem dan metode yang termodern di abad ke-20 dan dalam banyak hal sejalan dengan sendi-sendi pendidikan menurut teori dalton dalam pendidikan modern.
            Seseorang tidak berani muncul sebagai guru kecuali seorang ulama atau sarjana yang berpengetahuan luas, menguasai banyak bahan dan memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah ilmiyah dan kesanggupan menghadapi tantangan-tantangan dari para siswa yang menjadi muridnya. Kemudian, di sebutlah suatu peraturan mengenai ujian, di mana seseorang yang ingin menjadi guru harus melalui ujian dalam 11 cabang ilmu pengetahuan yaitu: Tafsir, Hadaits, Usul, Tauhid, Fiqih, Nahwu, Saraf, Ma’ani, Bayan, Badi’ dan Manthiq. Seseoarang yang ingin dengan menghadiri mata pelajaran dari buku “As Sa’ad” dan “Jaul-Jawami”, ia berubah mengajukan formulir atau permohonan kepada Syekh ul Jami’ Al Azhar, menyatakan bahwa ingin menggabungkan dirinya dengan karyawan guru dan bahwa ia telah mempelajari ini dan itu. Syekh Al Azhar mencari informasi mengenai calon tersebut, tingkah laku, kepribadian, dan siapa-siapa yang telah menjadi gurunya. Setelah itu barulah di buatkan janji buat si calon untuk setiap hari menerima satu mata pelajaran dari Syekh Al Azhar, dan pada akhir hari ke-11, barulah di adakan testing dan ujian. Dalam testing tersebut seorang mahasiswa calon di anggap Syekh, sebaliknya seorang ulama calon di anggap mahasiswa. Dalam ujian ini berlangsung tanya jawab antara panitia penguji dengan si calon dan ujian itu berlangsung kadang-kadang sampai 12 jam, dimana si calon berkesempatan hanya untuk melakukan sembahyang atau untuk makan minum. Bila si calon dapat menjawab dengan baik dalam semua mata ujian, di beri angka tingkat dua, dan bila ia menjawab secara setengah-setengah diberi angka tingkat tiga. Bila sekirannya si calon tidak dapat memberikan jawaban ia dikeluarkan dari testing dan tidak di izinkan mengajar.
            Cara testing seperti ini mendorong seorang calon untuk secara sungguh-sungguh dan serius belajar, membaca, studi dan bertanggang sampai jauh malam untuk memperdalam ilmunya. Mereka sangat memperhatikan sekali setiap terminologi dan uraian suatu komposisi dan melakukan banyak perdebatan dan argumentasi-argumentasi serta mengadakan tanya jawab.
            Menurut kebiasaan, waktu pagi di gunakan untuk belajar tafsir atau hadits, waktu siang untuk belajar fiqih, tengah hari untuk belajar gramatika atau peramasatra bahasa, bayan, badi’, atau usul, sesudah waktu ashar mempelajari ilmu-ilmu modern, antara waktu magrib dan isya mempelajari mata pelajaran pilihan dan waktu itu pula mahasiswa senior brlajar prektek mengajar siswa yang masih junior.
            Al Azhar mempunyai beberapa peraturan dan undang-undang pengajaran, antara lain undang-undang tahun 1384 H atau 1930 M, pada tahun mana Al Azhar mempersiapkan suatu Institut Agama buat dunia Islam dengan tujuan:
1.      Memelihara Syariat dan mempelajari bahasa Arap
2.      Menelorkan ulama-ulama dan sarjana yang akan di percayakan menyabar luaskan ilmu tersebut dan menduduki posisi-posisi keagamaan dalam negara.
            Nama Universitas Al Azhar di gunakan untuk kuliah-kuliah tingkat tinggi yaitu: Fakultas Usuluddin, Fakultas Syari’ah, Fakultas Bahasa Arap. Setiap Fakultas ini mempunyai jurusan atau takhassus dalam mata-mata pelajaran yang menjadi inti dari fakultas yang bersangkutan. Nama “Institute Agama” di pakaikan untuk menyebut sekolah-sekolah dasar dan menengah, yaitu instite atau sekolah-sekolah yang mempersiapkan siswa untuk memasuki Universitas Al Azhar.
            Menurut sistem lama di Al Azhar, tidak ada syarat-syarat khusus untuk memasuki Universitas tersebut baik dari segi ijazah maupun dari segi umur. Sampai saat sekarang ini Universitas Al Azhar merupakan suatu Universitas yang tertua di dunia dan Universitas Islam yang pertama. Khatip Al Baghdadi mengatakan bahwa: Ilmu kedokteran telah diberikan di Al Azhar setiap hari sampai jam 12 siang[2].

B.     Pasang surut Al Azhar dalam bentuk Perguruan Tinggi
            Agaknya sudah menjadi pengetahuan umum bahwa Al-Alzhar sebagai masjid dan  sebagai universitas (Al-Azhar Jami’an wa Jami’atan) telah melalui berbagai periode pemerintahan, semenjak kerajaan fatimiyah sampai sekarang, yang meliputi jangka waktu lebih seribu tahun. Di bawah ini kita akan cantumkan periode-periode itu sambil melihat ciri-ciri atau pola perkembanganya dari abad ke abad. Perlu di catat disini bahwa sebelum Al-Azhar didirikan di kota Cairo, sudah ada banyak masjid yang di gunakan sebagai lembaga pendidikan. Seperti di kota Fusthath mempunyai kemampuan yang sangat besar mempergiat hidupnya ilmu pengetahuan dan masjid Amr menjadi pusatnya selain kota Fusthath juga ada kota Iskandariyah yang juga menjadi pusat ilmu.[3] Tentu dengan kebijaksanaan kerajaan, terutama oleh khalifah-khalifah Umawiyah untuk menjadikan masjid sebagai pusat perkembangan ilmiah, diantara masjid-masjid itu adalah:
  1. Masjid ‘Amr bin al-‘As yang dianggap masjid pertama di bangun dimesir pada tahun 20 H / 641 M.
  2. Masjid ‘al-‘Askar yang didirikan pada tahun 132H / 750 M oleh gubernur kerajaan Abbasiah setelah penguasa umawiyah di gulingkan.
  3. Masjid Ibn Tulun yang didirikan oleh Ahmad bin Tulun pada tahun 625 H / 878 – 879 M).Sebagai pengganti kekuasaan Abbasiah di Mesir walaupun secara simbolik masih mengakui kerajaan Abbasiah yang berpusat di  Badhdad.
            Inilah tiga masjid terkenal yang juga memainkan peranan sebagai lembaga pendidikan sebelum didirikan Al Azhar yang mulai di bangun pada tanggal 24 jumadil-awal tahun 359 H / 7 Mei 970 M dan selesai pada tanggal 7 Ramadhan tahun 361 H /23 Juni 972. Jadi tepatnya sekarang al- Azhar dihitung dengan kalender hijriah  telah berusia 1048 tahun, sedangkan kalau dihitung dengan kalender masehi ia telah berusia 1015 tahun. Mari kita lihat periode-periode yang dilalui al-Azhar semenjak di dirikannya sampai sekarang, dengan membatasi pada tiga kerajaan pertama saja.
    1. Al-Azhar di bawah kerajaan Fatimiyah (361 – 567 H / 972 – 1117 M).
    2. Al-Azhar di bawah kerajaan Ayyubiyah (567 – 567 H / 1171 1250 M).
    3. Al-Azhar di bawah kerajaan Mamalik al-Bahriyah dan Syarakisah (648 M -932 H / 1250 – 1517 M).
1.Al-Azhar di bawah kerajaan Fatimiyah( 361 – 567 H / 972 – 1117 M)
            Tiga tahun setelah masjid Al-Azhar di dirikan pada tahun 359 H / 970 M barulah dimulai kegiatan ilmiah sederhana seperti kulliah-kulliah yang diberikan pada ‘Amr, masjid al-‘Askar, dan masjid ibn Tulun. Untuk pertama kalinya ilmuwan-ilmuwan terkenal  dan pemimpin – pemimpin negara berkumpul untuk  mendengarkan ceramah yang diberikan Abu al-Hasan Ali bin ali bin Muhammad bin al-Nu’man al-Qirawani yang bergelar Qadi tertinggi (qadi al-Qudah) suatu gelar yang yang tertingi di kerajaan fatimiyah pada waktu itu.Disitu di uraikan mengenai prinsip fiqh syi’ah yang terkandung dalam buku al-Ikhtisar atau al-Iqsar. Seri ceramah inilah yang mula-mula sekali dijalankan di Al-Azhar di bawah kerajaan fatimiyah.
            Seri kuliah kedua yang terkenal juga adalah yang dijalankan oleh Ibn Kilas. kemudian seri itu disebut seri Ibn Kilas yang berjalan di bawah pemerintahan khalifah fatimiyah al-Aziz billah Abu Mansur Nazzar (365-386 H./ 975-996 M.). Inilah kholifah Ke dua kerajaan fatimiyah di mesir, atau khalifah ke lima dalam sejarah kerajaan fatimiyah. Peristiwa ini mempunyai signifikan dalam perkembangan al-azar sebagai lembaga pendidikan. Rencana ilmiah Ibn Kilas ini dapat disimpulkan sebagai usaha untuk menghimpun sekelompok ahli-ahli fiqih (fuqaha) yang berkewajiban menghadiri pertemuan-pertemuan ilmiah yang diadakan Ibn Kilas di Al-Azhar, pada hari Jum’at sore setelah sholat Jum’at sampai waktu ashar. Orang-orang ini haruslah ditanggung oleh pemerintah dari segi keungan, makanan, dan tempat tinggal, berdekatan dengan masjid Al-Azhar. Usul Ibn Kilas mendapat sambutan dari khalifah Al azis billah yang memilih kumpulan pertama (first batch) sebanyak 35 orang.
            Pada masa Khalif Aziz Billah (365-386 H/ 975-996 M) yang memerintah 21 tahun lamanya melanjutkan kebijaksanaan ayahnya hingga kemakmuran melimpah. Perbendaharaan negara (Bait al Mall) yang gemuk telah memberikan kesempatan padanya untuk membangun berbagi istana hingga makin memberikan sumber kerja kepada pihak umum.
            Perguruaan Tinggi Al Azhar pada masanya makin berkembang bahkan mampu menyediakan asrama dengan Cuma-Cuma dengan layanan makanan beserta pemberian pakaian secara berkala terhadap para pelajar[4].
            Perlu juga di sebut di sini bahwa pengajian dibawah Ibn Kilas ini juga berjalan menurut garis Syi’ah. Bidang-bidang yang menjadi pusat perbincangan dalam seri kuliah itu adalah pertama: kajian-kajian agama, kedua:kajian-kajian bahasa, dan ketiga adalah kajian sastra.
            Ada lagi peristiwa penting yang perlu di catat bersamaan dengan munculnya Al-Azhar sebagai lembaga pendidikan, yaitu di dirikanya Dar Al-Hikmah. Setelah Dar Al-Hikmah didirikan penekanan terhadap kajian syi’ah di Al-Azhar mulai di kendorkan, tugasnya diambil oleh Dar Al-Hikmah yang bertujuan mengeluarkan pemimpin syi’ah dalam berbagai bidang ilmiah.
            Ahli-ahli sejarah mesir dengan kagum[5] memuji tindakan khalifah Al azis billah sebagai respons  terhadap Ibn Kilas, sebab semenjak saat itu Al-Azhar menemukan ciri-ciri  ilmiahnya dimana pelajar-pelajar diangkat untuk mendalami ilmu-ilmu tertentu tanpa harus sibuk mencari rezeki, sebab semuanya dijamin oleh pemerintah. Malah ada ahli sejarah yang lain[6] mengatakan bahwa peristiwa ini adalah peristiwa akademik yang tulen, sebab semenjak saat itu Al-Azhar menemukan identitasnya sebagai lembaga pendidikan yang teratur, yang kemudian di ikuti oleh penguasa-pengusa yang datang kemudian.  
2.Al-Azhar di bawah kerajaan Ayyubiyah (567 – 567 H / 1171 1250 M)
            Sebenarnya tidak dapat di ceritakan tentang al-azhar di bawah kerajaan Ayyubiyah  sebab semenjak kerajaan itu berdiri menggantikan kerajaan fatimiyah ditutupnya Al-Azhar baik sebagai masjid untuk sholat jum’at ataupun sebagai universitas. Alasan cukup kuat sebab kerajaan Fatimiyah mempropagandakan mazhab syi’ah, dimana al-azhar sebagai media utamanya, sedang Salahudin Al Ayyubi dan seluruh penguasa di kerajaan Ayyubiyah, adalah dari mazhab Sunni, tepatnya mazhab Syafi’i. Tetapi tertutupnya Al-Azhar bagi kegiatan-kegiatan agama dan pendidikan tidak berarti kerajaan Ayyubiyah tidak mempunyai kegiatan agama dan pendidikan. Malah kegiatanya pesat sekali terutama dalam membangun sekolah-sekolah(madrasah), yang dulunya telah dimulai oleh kerajaan saljuqiyah, cuma sekarang tidak dibawah naungan Al-Azhar. Jadi usaha kerajaan Ayyubiyah ini melemahkan pengaruh Syi’ah yang selama ini di pelopori oleh Al-Azhar. Selain madrasah, pengajian tinggi dan universitas pun digalakkan, seperti dikatakan oleh ahli sejarah[7] di kota Cairo sendiri tidak kurang dari 25  kulliyah(tahap universitas) di dirikan oleh kerajaan Ayyubiyah. Diantara kuliah-kuliah itu yang terkenal adalah Manazil Al-‘iz, Al-Kulliyah al Fadiliyah, al-Kulliyah al-Azkasyiyah, dan al-kulliyah al-‘Asyuriyah semua nama-nama itu menyatakan nama-nama pendirinya, yang biasannya sekaligus pemberi wakaf  bagi murid-murid dan guru-gurunya.
            Walaupun Al-azhar ditinggalkan oleh guru-guru  dan murid-murid di sebabkan keraja     Al Ayyubiyah tidak memberi sedikitpun perhatian padanya, namun pada zaman ini iapun mendapat kunjungan  ulama-ulama terkenal, seperti : Abd.Latif Al Baghdadi yang datang ke mesir pada tahun 589 H / 1193 H. Di bawah pemerintahan Sultan al-Malik al-Azis Imaduddin Utsman putra Sultan Salahudin. Al Baghdadi mengajar di Al Azhar sampai wafatnya sultan al-Malik al-Azis. Beliau mengajar mantiq dan bayan. Diantara Ulama-ulama yang turut menetap di Al Azhar pada zaman ini adalah Iibn al-Farid ahli sufi yang terkenal. Begitu juga Al Syekh Abu Al-Qasim Al-Manfaluti, Syekh Jamaluddin al-Asyuti, Syekh Syahabuddin al-Sahruri dan ahli sejarah  terkenal Syamsuddin bin Khallikan pengarang kitab wafiyyat al-A’ayan, yang datang ke Cairo pada tahun 637 H , yaitu sebelas tahun sebelum jatuhnya kerajaan ayyubiyah.
  3.Al-Azhar di bawah kerajaan Al-Mamalik al-Bahriyah dan al-Syarakisah (648 M -932 H / 1250 – 1517 M)
            Sebagai masjid, Al-Azhar tidak dipakai untuk sholat jum’at selama 98 tahun(567-665 H / 1117 – 1267 M). Masa ini meliputi keseluruhan pemerintahan kerajaan Ayyubiyah dan kira-kira 17 tahun dari pemerintahan kerajaan Al-Mamalik. Sepanjang masa itu Al-Azhar sama sekali terbelakang dibanding dengan masjid –masjid di Cairo, setelah ia menempati kedudukan terpenting sebagai masjid resmi sepanjang kerajaan Fatimiyah. Kemudian pada tahun 665 H. Seorang amir yang bertempat tinggal tidak jauh dari Al-Azhar mengusulkan kepada Sultan Al-Zahir Beibers untuk membolehkan kembali orang islam mendirikan sholat jum’at  di situ. Kemudian Sultan dan juga Amir itu mengeluarkan uang sendiri untuk perbaikan masjid itu. Semenjak saat itu al-azhar menempati kembali kedudukanya yang pernah dipunyainya di bawah kerajaan Fatimiyah, yaitu sebagai lembaga agama dan pendidikan. Semenjak itu pula ulama-ulama dari seluruh penjuru dunia islam berkunjung ke mesir untuk belajar  dan mengajar dia Al Azhar. Diantara yang paling terkenal adalah filosof dan ahli sejarah Ibn Kaldun yang datang ke mesir pada tahun 784 H / 1382 M. Dibawah Sultan pertama negara Syarakisah, yaitu Sultan al-Malik  al-Zahir Saifuddin abu sa’id Barquq bin Anas al –Syarkasi al-Utsmani al- Yalbughawi. Beliau di angkat oleh Sultan untuk mengajarkan mazhab maliki di kulliyah Qambiyah dekat masjid Amr bin ‘As. Sesudah itu beliau menduduki berbagai kedudukan kehakiman, namun tidak lama karena banyaknya fitnah terhadap dirinya sehingga berkali-kali ia di pecat dari jabatanya. Oleh sebab itu beliau berpindah ke Al Azhar untuk mengajarkan hadits dan fiqih maliki. Diantara murid-muridnya adalah ulama-ulama terkenal seperti Al-hafiz bin Hajar al-Asqalallani, ahli hadist dan sejarah al-Maqrizi, ahli sejarah dan lain-lain. Ibn khaldun tinggal selama 23 tahun di mesir sehingga beliau meninggal pada bulan ramadhan 808 H./1406 M. Mulanya di negeri maghrib, dia bergerak dalam politik dan mengarang, sedang setelah berada di mesir beliau lebih cenderung kepada pembahasan ilmiah : sebagai guru di Al Azhar dan menjadi qadi dalam mazhab Maliki, disamping berusaha memperbaiki dua karyanya yang paling terkenal.
            Selain dari Ibn Khaldun Al-Azhar pun di datangi oleh ulama maghribi terkenal yang bernama  Muhammad Taqiyuddin al-Fasi. Ibn Hajar al-Asqallani pun pernah berguru kepada beliau.
            Di samping ulama-ulama terkenal dari luar mesir yang datang ke Al Azhar pada zaman ini ada lagi ulama-ulama  dari mesir sendiri, yang dalam sejarah mesir belum pernah berkumpul begitu banyak ilmuwan dan ulama dalam berbagai bidang dalam suatu waktu. Di bawah ini kita hanya sebutkan sepuluh diantara nama-nama terkenal itu:
1.      Abu al-‘Abbas Ahmad al’-Qalqasyandi(wafat tahun 821 H /1418 M).
2.      Taqiyuddin Ahmad al-magrizi (wafat tahun 845 H /1441 M).
3.      Ibn Hajar al-Asqallani(wafat tahun 852 H / 1448 M )
4.      Badruddin Mahmud  al-‘al-‘Aini (wafat tahun 855H /1451)
5.      Sirajuddin Al-Balqimi (wafat tahun 868 H /1464 M)
6.      Syarafudddin al-Mennawi (wafat tahun  871 H / 1467 M)
7.      Abu al-Mahasin bin Taghi  Bardi(Wafat tahun 874 H /1470 M)
8.       Syamsuddin al-Sakhawi (wafat tahun 902 H / 1497 M)
9.      Jalaluddin al-suyuti (wafat tahun 911 H / 1505 M)
10.  Muhammmad bin Ahmad bin Iyas (wafat tahun 930 H /1523 M)

Perlu disebutkan bahwa karya ulama-ulama dan ilmuan-ilmuan tersebut masih tetap menjadi bacaan dan rujukan di berbagai perguruan tinggi di dunia islam hari ini.
 
C.     Al-Azhar dapat dijadikan sebagai benteng aliran agama
            Pada masa kerajaan Fatimiyah berkuasa, mereka mempropagandakan ajaran mazhab Syi’ah, dan perguruan tinggi Al Azhar di jadikan media utama di maksudkan untuk menyebarluaskan doktrin Syi’ah, namun pasca serangan Salahuddin Al-Ayyubi ke Mesir dan tumbangnya Dinasti Fatimiyah, dan adanya perbedaan mazhab antara keduanya, Salahuddin Al-Ayyubi dan seluruh penguasa di kerajaan Ayyubiyah adalah dari mazhab Sunni, tepatnya mazhab Syafi’i. dengan adanya perbedaan tersebut maka Al Azhar di ubah dari pusat pendidikan Syi’ah menjadi pusat pendidikan sunni dan berjalan sampai sekarang.
 
BAB III
PENUTUP

            Karanagan ini telah berusaha menyoroti perkembangan lembaga-lembaga pendidikan islam di zaman pertengahan atau mulai dari zaman rasulullah s.a.w sampai dengan  kerajaaan mamalik di mesir yang mempunyai dampak yang besar bagi peerkembangan Aal-azhar sebagai pusat kegiatan agama dan ilmiah.Sengaja tidak memasukkan kerajaam utsmaniyah dan dinasti Muhammad ali sampai perang dunia kedua,dan mesir sesudah revolusi sama sekali tidak di sentuh,sebab sudah keluar dari konsep kertas ini.
            Dari penelusuran sejarah perkembangan lembaga-lembaga pendidikan islam selama kurang lebih enam abad itu dapat kita simpulkan bahwa menanjak atau anjloknya peradaban islam dan kebangkitan ilmiah di dunia islam pada waktu itu di sebabkan oleh berbagai faktor,diantaranya adalah:
  1. Kesinambungan semangat keagamaan yang kuat di kalangan umat islam yang mendorong mereka memberi perhatian penuh pada hal-hal yang bersangkutan dengan Al-Qur’an seperti sebab-sebab turunya,qiro’at usaha menghimpun Hadist-hadist dan mengambil keputusan-keputusan fiqih dari dalil-dalil syar’iyah,begitu juga dengan Nabi dan sahabat-sahabatnya.
  2. Toleransi agama dan pemikiran yang membolehkan setiap insan untuk menyatakan aqidah dan fikiranya dengan perkataan dan perbuatan ,begitu juga dengan kebebasan ilmiah yang membolehkan setiap ilmuwan dan pencari kebenaran untuk terus dalam usahanya.Begitu juga dengan yang dimiliki ilmuwan-ilmuwan zaman ini  yang mendorong mereka mencipta dan menjauhi taklid buta,sebab ijtihad yang salahpun masih diberi satu pahala.Begitu juga dengan semangat yang penuh kesabaran untuk menghasilkan ilmu yang bermanfaat.
  3. Ulama-ulama dan ilmuwan-ilmuwan pada zaman ini berusaha membuat sebanyak mungkin kontak dengan ulama-ulama dan ilmuwan-ilmuwan lain,sehingga dikatakan ukuran kematangan seorang ulama dan ilmuwan  di ukur menurut banyaknya ulama dan ilmuwan terkenal yang pernah mereka berguru kepadanya.Sehingga dikatakan bahwa Taj al-islam al-sam’ani telah berguru kepada lebih  4.000 orang ulama terkenal.
  4. Kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan seperti politik,ekonomi,sosial yang telah dicapai oleh kaum muslimin menyebabkan sebagian mereka dapat memusatkan perhatian pada bidang ilmiah tanpa harus juga memikirkan untuk mencari rezeki,sebab penguasa telah memperuntuk kan berbagai bantuan untuk maksud tersebut,terutama melalui wakaf,zakat,dan lain-lain.
  5. Dan yang terpenting adalah gerakan terjemah ke dalam bahasa arab dari berbagai bahasa lain seperti Yunani,Persi,Hindu dan lain-lain.Sehingga dikatakan setelah penterjemahan itu berjalan selama 150 tahun ,semua ilmu yang pernah di tulis orang dalam berbagai bahasa sampai saat itu semuanya sudah ada dalam bahasa Arab.Sehingga bahasa arab menjadi bahasa ilmiah yang harus di pelajari untuk mempelajari ilmu apa saja. 
  6.  
DAFTAR PUSTAKA

_A.Hasjmy.Sejarah kebudayaan islam.Jakarta:Bulan Bintang.1975
_Prof.Dr.Hasan Langgulung.Pendidikan Islam Abad Ke 2.Jakarta:PT.Pustaka Alhusna Baru.2003.
_Prof. Dr. Moh. Athiyah Al Abrarsyi, dasar-dasar pokok pendidikan islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1987.
_ Joesoef Sou’yb, Sejarah daulat Abbasiah, Jakarta: Bulan Bintang
      _Lihat al sayyal,M.J. Misr fi al-Fatimi,Cairo,1967.
      _Lihat ‘Anan, M.A Tarikh al-Jami’i al-Azhar:1958



[1] Prof. Dr. Moh. Athiyah Al Abrarsyi, dasar-dasar pokok pendidikan islam, (jakarta:Bulan Bintang)  61
[2] Prof. Dr. Moh. Athiyah Al Abrarsyi, dasar-dasar pokok pendidikan islam, (jakarta: Bulan Bintang)  61
[3] A.Hasjmy.Sejarah kebudayaan islam.Jakarta:Bulan Bintang.1975.hal 228.
[4] Joesoef Sou’yb, Sejarah daulat Abbasiah, (Jakarta: Bulan Bintang) 235
[5] Lihat al sayyal,M.J. Misr fi al-Fatimi,Cairo,1967.
[6] Lihat ‘Anan, M.A Tarikh al-Jami’i al-Azhar:1958
[7] Lihat Wiet, Gaston,Precis de I’Historied Egypte seperti di kutip oleh al-syinnawi ,M.A.M, al-Azhar Jami’an wa Jami’atan,cairo ;al-Englo al-Masriyah,1983.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar